Portal video game, gadget, dan berita

Assassin’s Creed Terbaru Tuai Kekecewaan: Fans dan Gamer Jepang Angkat Suara

0

Seri terbaru dari franchise legendaris Assassin’s Creed telah diumumkan dengan tajuk Assassin’s Creed Shadows. Dengan latar belakang Jepang feodal, banyak penggemar sempat menyambutnya dengan antusias, berharap Ubisoft mampu menyuguhkan pengalaman mendalam yang menghormati budaya dan sejarah negeri samurai tersebut.

Namun, sayangnya, setelah trailer dan informasi awal dirilis, justru gelombang kekecewaan besar muncul dari komunitas penggemar, khususnya dari Jepang. Kritik tidak hanya datang dari gamer biasa, tapi juga dari kalangan akademisi, budayawan, bahkan tokoh pemerintahan.

Apa sebenarnya yang membuat banyak orang kecewa? Berikut ulasan lengkapnya.

Harapan Tinggi, Kenyataan Tak Sesuai Ekspektasi

Sudah bertahun-tahun penggemar menantikan Assassin’s Creed berlatar Jepang. Ekspektasinya jelas: latar historis yang akurat, nuansa khas Jepang yang kental, dan karakter-karakter yang relevan dengan sejarah asli.

Namun yang terjadi justru sebaliknya. Salah satu protagonis utama dalam game ini adalah Yasuke, seorang samurai berkulit hitam yang memang pernah hidup di Jepang pada era Sengoku. Meski keberadaan Yasuke tercatat dalam sejarah, keputusan Ubisoft untuk menjadikannya sebagai karakter utama dianggap oleh sebagian orang sebagai langkah yang terlalu “berani”, bahkan tidak relevan dengan tradisi cerita Assassin’s Creed yang biasa fokus pada tokoh-tokoh fiksi dalam latar historis.

Banyak penggemar Jepang merasa bahwa karakterisasi Yasuke terasa dipaksakan dan menggeser fokus dari budaya lokal ke pendekatan global yang dianggap tidak tepat.

Kontroversi Soal Representasi Budaya

Kritik bukan hanya soal karakter Yasuke, tapi juga tentang representasi budaya Jepang secara keseluruhan. Dalam game ini, beberapa elemen seperti pakaian, arsitektur, hingga cara karakter berinteraksi dianggap tidak autentik, bahkan terlihat seperti hasil interpretasi Barat yang kurang mendalam.

Para pengamat budaya Jepang menyebut bahwa Ubisoft seharusnya lebih banyak melibatkan konsultan lokal dan riset sejarah yang lebih ketat, bukan sekadar mengandalkan visualisasi umum tentang “Jepang feodal” dari perspektif luar.

Kekecewaan ini semakin membesar ketika sebagian penggemar merasa bahwa game justru lebih memprioritaskan tren global dan narasi modern ketimbang akurasi sejarah atau penghormatan terhadap budaya setempat.

Reaksi dari Komunitas dan Pemerintah Jepang

Yang mengejutkan, kritik terhadap Assassin’s Creed Shadows tak hanya datang dari kalangan gamer dan fans. Tokoh-tokoh pemerintah Jepang bahkan ikut bersuara, menyayangkan penggambaran budaya Jepang dalam game tersebut.

Beberapa tokoh menyebut game ini sebagai “tidak sensitif secara budaya” dan “berisi distorsi sejarah yang berbahaya”, terutama karena cara penggambaran peran samurai, struktur sosial, hingga penggunaan simbol-simbol tertentu yang dianggap tidak sesuai konteks.

Bahkan sempat beredar kabar bahwa petisi online untuk menarik game ini dari peredaran di Jepang telah ditandatangani lebih dari 100.000 orang, menunjukkan besarnya reaksi publik terhadap kontroversi ini.

Apa Kata Penggemar Internasional?

Menariknya, sebagian penggemar internasional melihat kehadiran Yasuke sebagai sesuatu yang positif—mewakili keberagaman dan memperkenalkan sisi sejarah yang kurang dikenal. Tapi bagi banyak penggemar Jepang dan sejarawan, pendekatan ini terlalu menyederhanakan narasi sejarah mereka dan terasa seperti pemaksaan unsur inklusivitas tanpa memperhatikan konteks budaya lokal.

Kondisi ini menunjukkan adanya perbedaan perspektif yang cukup tajam antara pasar Barat dan Timur.

Ubisoft Masih Bungkam

Hingga saat artikel ini ditulis, Ubisoft belum memberikan pernyataan resmi terkait kontroversi ini. Mereka hanya menyebut bahwa game ini akan “mengangkat kisah dari sudut pandang yang belum banyak diungkap sebelumnya.”

Namun, bagi sebagian besar penggemar, pernyataan itu belum cukup untuk meredakan kekhawatiran mereka. Banyak yang kini mempertanyakan: apakah Assassin’s Creed masih setia pada akar historisnya, ataukah perlahan berubah menjadi sekadar narasi fiksi aksi global?

Kesimpulan: Kontroversi yang Tak Bisa Diabaikan

Assassin’s Creed Shadows seharusnya menjadi momen yang membanggakan, terutama bagi penggemar Jepang yang sudah lama menanti seri berlatar negeri mereka. Namun keputusan Ubisoft dalam penokohan dan penyusunan narasi justru memicu gelombang kekecewaan dan kritik keras, bahkan dari pemerintah dan tokoh budaya.

Apakah Ubisoft akan merevisi atau memperbaiki narasi dalam game? Ataukah mereka akan tetap teguh pada visi kreatif mereka? Waktu akan menjawab. Yang jelas, franchise Assassin’s Creed kini berada di persimpangan besar—antara tetap menjaga akar historisnya atau berubah menjadi interpretasi modern yang lebih longgar.

Baca Juga: Review Assassin’s Creed Shadows: Petualangan Epik di Era Jepang Feodal

Leave A Reply

Your email address will not be published.